Kamis, 07 Agustus 2008

Pesawat Ulang Alik

              Baru-baru ini berita paling heboh selain pembunuhan berantai yang dilakukan secara keji oleh homo tidak bermoral adalah bocornya rekaman Adam Air yang seharusnya tersimpan rapi. Kemarin sempat mendengar rekaman detik-detik terakhir saat pesawat hendak jatuh ke laut. Situasi kepanikan yang mungkin bisa kubayangkan terjadi di dalam badan pesawat. Berbagai wajah yang menunjukkan ketakutan, kegelisahan, keringat dingin yang mengucur deras tergambar jelas bagai mimpi di siang bolong. Saia merinding grogi, apalagi saat itu saia sedang makan sesuatu yang enak dan menggairahkan. Mendengar berita itu selera makan langsung turun sampai ke titik nol dan tidak ada lagi yang bisa saia lakukan siang itu selain duduk termenung. Kertak gigi terdengar jelas yang di sekujur badan yang sudah mematung semenjak suara-suara itu berkumandang di telingaku pertama kali. ah, aku sudah tidak mau membayangkan lagi apa yang terjadi di sana. Sudah cukup aku mendengar jeritan orang-orang putus asa yang tidak bisa lagi berbuat apapun. Fiuh.....
             Mungkin dari antara kita pernah memakai tipe pesawat ulang alik macam Adam Air, Lion Air, dan segala macam penerbangan murah yang membuat jantung berloncatan tanpa henti. pengalaman aneh dengan pesawat ulang alik jenis ini membuatku harus berdoa sepanjang perjalanan. hahaha....ketahuan juga kalau lagi berdoa pas masa-masa genting. Tapi beneran, aku bisa menyebut ini pesawat ulang alik karena kalau pesawat ulang alik yang bikinan Nasa kan bisa terbang melawan gravitasi, ke arah atas menembus angkasa. Lha, kalau yang ini pesawatna agak diragukan kalau melawan gravitasi tapi sangat mumpuni kalau disuruh sejalan dengan gravitasi. Dalam bahasa jurnalistik dinamakan Pesawat Terjun Bebas. Inilah yang sering membuat saia paranoid tingkat tinggi kalau harus pergi dengan bertipe terjun bebas. Naik pesawat jenis ini memang paling rawan kalau pas landing atau pas take off, serasa mau dihujamkan ke tanah tingkat terbawah. pesawat jenis ini tidak memperbolehkan kita untuk duduk tenang menikmati gelembung-gelembung awan yang tersusun rapi di batas cakrawala. Yang ada hanyalah keringat dingin mengucur tanpa henti, membasahi baju yang beberapa hari ini berbau tidak sedap. Gila banget deh rasanya, aku tidak mau naik itu lagi setelah pengalaman yang tidak mengenakkan terbang pake Batavia Air pulang-pergi ke Manado.
                  Tampaknya saia memang tidak beruntung naek pesawat yang lebih beradab dan lebih berbudaya macam Garuda Indonesia. Kemarin adalah liburan yang terpotong karena mendadak harus pulang membawa dokumen penting untuk persyaratan sekolah ibu di Jepang. Alhasil, saia yang harusnya pulang hari rabu pagi memakai kereta murah malah harus mencari tiket pesawat dengan harga yang sangat mahal. Asem tenan. Karena saia harus transit dulu di kampusnya si Rio (Atmajaya) dan terpaksa mencari travel agent terdekat yaitu di Pelasa Semanggi atau bahasa ndesona disingkat dengan Pelangi. saia mencari tiket disana dengan keterburu-buruan ang teramat sangat, setelah melalui birokrasi yang berbelit dan menyita waktu. saia diharuskan membayar tiket seharga 700 ribu untuk pulang ke rumah saia tercinta. Harga termahal pesawat yang pernah saia berikan kepada pesawat terjun bebas macam itu. Saia kira pesawatnya adalaha Lion Air, beberapa menit yang lalu teman saia bercerita kalau pesawatnya Lion Air masih dalam kondisi baru lengkap dengan kursi berbalut plastik, bau toko, dan bermacam-macam hal yang bisa menandakan kalo pesawat itu masih dalam kondisi baru, jadi aku tenang-tenang aja karena akan naik pesawat baru, begitu pikirku. Tapi, keadaan hatiku berubah 360 derajat (lho balik lagi donk), maksudku 180 derajat, begitu melihat maskapai penerbangan yang ada di lembar tiketku.
           Disana tidak ada tulisan Lion Air seperti yang aku bayangkan sebelumnya, yang ada adalah tulisan Wings Air. "What!!!" begitu pikirku. Asem. Aku langsung protes, " Kok Wings Air mbak?" dan mbak penjaga tiket yang menurutku tidak begitu menarik karena sangat lambat memberi pelayanan itu menjawab "Iya, Wings itu anak maskapai Lion". Ah, pikirku fuckin shit juga ini. Aku langsung ketar-ketir begitu mengetahui hal ini. Lha, bayangkan saja kalau saia kemudian sampai jatuh karena naek pesawat model terjun bebas macam ini. Mendingan aku mati naek becak donk. Kalau naek becak khan paling enggak kita tahu kalau becak itu dalam kondisi sempurna dan matinya juga paling ditabrak sama mobil, syukur-syukur mobilnya merek BMW, atau Mercy atau mungkin Jaguar, lebih prestise gitu kayaknya. Lha kalau naek pesawat terjun bebas ini, berasa mati sebagai orang bodoh, lha udah tau pesawatnya bobrok kaya itu, sistem navigasinya juga kembang-kentut, masih aja dinaekin,salah siapa coba? Ah, pokoknya pikiran-pikiran aneh berkecamuk pas tanganku menerima lembaran tiket itu. Tapi, ya sudah mau gimana lagi to, kata Rio, "Wis lah Pink, jas 4  ur mom!" Iya nih, semua demi ibuku, moga-moga aja selamat sampai tujuan.
             Apa yang aku takutkan terjadi juga. Pas mulai mebur (tinggal landas) sih nggak papa karena aku juga sedang dalam posisi mengantuk tingkat tinggi. Bayangkan saja, tadi malem malah maen PES 2008 sama rio sampe jam 2 pagi, padahal harus bangun jam 5 pagi. Otomatis mata sudah tidak bisa terkoordinasi dengan baik dan memilih tidak berkompromi melawan takdir hidupnya. Masalah terjadi saat mau landing, kebetulan aku sudah bangun dari mimpi yang tidak enak dan pesawat sedang berada di atas gumpalan awann. Aku bisa liat dari jendela kalo awan-awan putih itu bukan jenis awan tipis yang biasanya menggelanyut di angkasa, tapi jenis awan pembawa hujan yang sangat bergumpal-gumpal besarnya. Padahal, beberapa menit lagi pesawat mau landing, berarti dia harus menembus melewati gumpalan awan itu. Parahnya adalah si pilot itu tampak ragu-ragu ketika dia mau menembuskan pesawatnya masuk ke dalam gumpalan awan itu, dia seperti menggeber mesinnya lalu melepaskannya, kaya ngegas motor terus dilepaskan, gas-lepas-gas-lepas-gas-lepas. Wah, aneh banget pokoknya, lha aku takut kalo pesawat itu nggak bisa ngegas lagi, jadi pas lepas gas, lepas juga deh pesawatnya, pilot lepas tangan, dan nyawaku juga LEPAS. Arggghhh...stres tingkat tinggi pas mau mendarat. Serasa jiwa mau lari dari raga.Halah.
             Untungnya beberapa menit kemudian,pesawat sudah bisa melakukan tugasnya dengan baik. Awan itu sudah bukan menjadi masalah walaupun pas masuk gitu, pesawatnya sempat goyang-goyang nggak karuan, asem tenan. Gahar bangetlah pokoknya. Kaya turbulensi gitu lho, padahal aku sendiri gag tau turbulensi ki opo artine, tapi yang jelas, kaya di bis kota pas lewat jalanan berbatu. Kaya gitu mungkin perumpaannya. Payah banget. Selesai masalah awan, masalah laen timbul sama tidak mengenakkannya. Pesawat udah siap-siap mau landing nih, hatiku sudah bersorak gembira karena sebentar lagi menginjak rumahku tercinta. Tapi, yups...masalah laen datang menghampiri. Pas udah landing, aku mendengar suara berdebum yang banter, suaranya kaya pecut di film-film sadomasokist. Auuhhh....auuuhhhhh......kalo di film-film mungkin suara pecut itu bikin sensasi yang tidak terkira. Lha pada situasi ini, suara itu sama sekali tidak menimbulkan gebu-gebu seks yang memberingas, tapi malah merasa hampir mau mati. Serasa diujung senapan berpuluh-puluh senjata laras panjang. Sial tenan. Deg-degan setengah mati karena suara aneh yang mendadak memenuhi kabin pesawat. Aku langsung membayangkan roda pesawat yang tidak kuat menahan beban dari atas, lalu patah, tergelincir, terseret di landasan sepanjang beberapa ratus meter, kebakar hidup-hidup, dan segudang pikiran imajinatif yang mungkin akan menerima cap tidak lulus sensor dari MUI. Apalagi pas ngerem, suara itu makin memekakkan telinga. Mungkin kalo penahannya tidk kuat, pesawat itu bisa salto 360 derajat ke belakang. edan tenan. Tapi untungnya, masih diberi selamat oleh Tuhan. Hahaha..
Kata terakhir: Jangan pernah sekali-kali naek pesawat tipe terjun bebas macam itu, kalau terpaksa, siap-siaplah mati secara tidak terhormat. 
*Paranoid tingkat lanjut dengan pesawat terjun bebas!

Rabu, 06 Agustus 2008

Penguak Membran Kemaluan

Mengurai Hidup: pilihan kata yang mungkin tidak lazim dipakai dalam keseharian kita sebagai manusia. Mungkin hanya segolongan manusia penuh imakjinasi nakal yang akan memilih kata ini. Ya, tapi sering orang lupa untuk sekedar berpikir sejenak menjelajahi dunia bawah sadarnya. Menemukan jawab yang mungkin terselip ketika mereka melangkah keluar rumah, melihat dunia sekitar, dan kemudian duduk manis di meja makan sembari menikmati segelas kopi panas. Inilah kita, tanpa bahasa, tanpa suara, meniadakan secara sengaja esensi hidup yang otomatis terlupa karena mengejar waktu. Coba berdiam sebentar. Tidak perlu tempat seromantis seperti di Before Sunset, cukup di undak-undakan depan rumah, atau duduk di kursi tamu. Berdiam barang lima menit. Memahami alam dan segala seluk beluknya. Atau yang paling mudah, menelusur jejak perjalanan sehari. Siapa tahu ada yang tertinggal di sana dan masih bisa di daur ulang. Mari bercerita sejenak mengurai hidup!