Selasa, 14 Oktober 2008

Pake Hati Donk, Mas!


Tadi malam saya benar-benar tertidur secara tidak nyenyak. Di tengah keenganan untuk meneruskan belajar yang membuat saya tidak lancar mengerjakan ujian, berbagai pikiran imajinatif menyerang sendi-sendi pertahanan otakku. Mulai dari imajinasi yang saru sampai yang bermutu. Lebih banyak sarunya mungkin! Nah, di kala saya sedang asik-asiknya bercinta dengan guling di taman surga, saya terbangun mendengar bunyi kotak kecil yang menghubungkan saya dengan bermacam-macam orang di luaran sana. Begini bunyinya:

Si sms : Pink! Knp to kebanyakan pria begitu egois? Huff.
Saya : Iya. Lelaki memang brengsek.Egois. Kenapa? Mgkn gawan bayi nek sifat kuwi. Ono opo
to emange?

Sms itu saya tulis pukul 1 dini hari, sesaat setelah saya terjaga karena bunyi alarm yang
sengaja saya taruh di dekat telinga. Pagi harinya pas aku ketemu dengan temanku itu di
kampus. Obrolan itu langsung menjadi topik pembicaraan utama. Dia langsung bertanya
kepadaku.

Si teman : Pink, kalau misalnya saya bilang, ini hapeku jadi terserah aku mau
ngapain aja, apa tanggepanmu?
Si saya : Wah, yo biasa wae to? Nek aku mah ra popo, asalkan kowe le ngganggo hape
njuk tidak mengganggu orang lain. Sesuaikan konteks sajalah.

Si teman saya itu langsung manggut-manggut mendengar opini itu. Sedetik kemudian, dia mulai bercerita kenapa dia sampai harus mengirimkan sms itu kepada saya. Ternyata, dia sedang marahan dengan adiknya, mungkin bisa dibilang marah akut tapi nggak bisa nampar, ngludah, nginjek muka orang yang buat marah karena yang buat marah adalah adiknya sendiri. Jadinya dia melampiaskan segala kekesalannya di depanku. Apa gerangan yang membuatnya jadi sebegitu kesal? Nah, ceritanya begini, adik teman saya itu baru saja putus, lalu si teman saya itu tanya kepada adiknya.

Si teman : Heh, ngopo kowe kok ndadak putus barang?
Si adik teman : Yo ben to, sakarepku!
Si teman : Yo nggak bisa gitu no, kamu egois! (mungkin disampaikan dengan gaya slow motion ala sinetron-sinetron remaja kacangan yang marak beredar di telepisi)

Woh, langsung mendidih itu si temanku mendengar adiknya berkata seperti itu. Saya pun menanggapi kekesalannya dengan manggut-manggut nggak jelas dan malah melayangkan pikiran untuk bisa menulis sesuatu mengenai keegoisan lelaki.

Malam harinya, saya diajak curhat sama temenku yang laen. Kebetulan dia baru saja “ditinggal” secara paksa oleh lelaki yang selama ini memperlakukan dia layaknya seorang putri. Nah, jebule si teman saya itu sangat sakit hati dengan lelaki yang memperlakukannya seenak wudelnya sendiri (wudel sendiri ki enak rasane po piye je?). Lalu mulailah dia bercerita panjang lebar mengenai apa yang terjadi antara dia dan lelaki itu. Ceritane panjang tenan (berlebihan ki aku), jadi kesimpulannya adalah sampai pada saat dia sudah sakit hati pun, si cowok nggak sadar kalau dia itu salah dan malah mau cari “korban” untuk disakiti lagi. Kata teman saya, si lelaki itu selalu butuh kasih sayang dan perhatian dari seorang wanita. Lha, njuk saya tanya.

Si pink : Menurutmu, teman lelakimu itu termasuk berkelakuan egoiskah?
Si teman saya : Yaelah, jelas bangetlah kalo dia EGOIS!

Obrolan yang berlangsung selama setengah jam itu dihabiskan dia untuk berkeluh kesah tentang lelaki yang secara sadis mengiris-ris hatinya (halah. Bahasamu lik-lik!). Walah...walah..sejurus kemudian saya njuk berpikir apakah sebegitu egoisnya kaum lelaki di mata wanita? Secara tidak hormat dan disertai dengan imajinasi tanpa batas, saya pun menelaah lebih lanjut, apa yang sebenarnya terjadi dengan pemikiran dan idealisme para kaum di dunia saya.

Hmmm....sebenarnya kalau dibilang lelaki itu egois sih, sah-sah saja, malah kemungkinan besar dugaan atau tudingan yang dilontarkan oleh para wanita itu banyak benarnya. Para lelaki itu lebih sering menggunakan otaknya untuk mengambil suatu keputusan dan jarang memakai perasaannya sebagai suatu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Yups, RASIONALITAS. Itulah yang selalu dikemukakan sebagai dalil untuk penyelesaian suatu masalah. Asalkan apa yang diputuskannya itu rasional dan menurut dia adalah sesuatu yang benar, maka tidak perlu repot untuk memikirkan apa yang orang lain rasakan akibat dari keputusannya itu. Contoh gampangnya adalah apa yang tadi malem saya lihat di tipi, seorang cowok dengan tega memutuskan pacarnya hanya karena dia sudah bosan dengan hubungan mereka. Lha, untuk memuluskan jalan agar segera bisa putus, si lelaki itu merancang berbagai macam pembenaran supaya si perempuan bisa menerima keputusannya. Padahal, di lain sisi, si wanita sudah nangis mbeker-mbeker ngguling-ngguling, tapi tetep saja si lelaki tidak mau untuk memperbaiki hubungan itu dan tetap memilih untuk putus. Apakah si lelaki itu egois?

Sebenarnya kalau dalam hubungan pacaran, egois ini bisa terjadi lewat proses atau memang sudah gawan lahir dari si lelaki itu sendiri. Kalau yang gawan lahir, itu mah karena dari awal sifatnya dia sudah seperti itu. Nah, bagaimanakah egoisme yang terjadi lewat proses? Terkadang kita menemukan wanita dengan tipe yang anteng, manutan, tidak banyak menuntut, dan berbagai macam kebaikan lainnya. Sehingga dalam relasi berpacaran, pihak lelakilah yang lebih banyak mengambil keputusan. Semua pertimbangan selalu ada di pihak lelaki. Apa yang dimaui oleh lelaki selalu dituruti oleh pasangannya. Alhasil, si lelaki jelas akan merasa lebih berkuasa daripada si wanita karena si wanita itu sendiri tidak punya bargaining position yang cukup kuat untuk bisa menolak keputusan si lelaki. Selain itu, para wanita itu punya seribu macam cara untuk melakukan manipulasi ekspresi, sehingga kalau semisal dia tidak suka dengan apa yang si lelaki lakukan, dia akan terlihat senang-senang saja dan tidak ada masalah. Kondisi seperti inilah yang kemudian akan membuat si lelaki terbiasa untuk “dimanjakan” oleh si wanita sehingga si lelaki akan selalu berkutat dengan pemikirannya sendiri dan LUPA untuk juga menyertakan (perasaan) si wanita dalam setiap hal yang mau dia putuskan. Pada akhirnya, konsep saling memahami antara satu sama lain pun menjadi tidak tercapai. Yang satu merasa bisa memahami, tetapi di lain sisi, pasangannya merasa tidak pernah dipahami oleh yang lain. Inilah yang kemudian sering menjadi penyebab retaknya relasi pacaran. Tidak ada kesepahaman perasaan antara lelaki dan wanita.

Yah, sebenarnya sisi lemah dari kebanyakan lelaki adalah dia itu punya sifat bawaan sombong, suka berkuasa, dan tidak rendah hati. Inilah yang kemudian akan merembet pada tindakan-tindakannya yang cenderung egois dan tidak mempedulikan perasaan orang lain. Hwuh, sebuah sikap yang menurut saya sudah harus dihilangkan ketika seorang lelaki memasuki usia 20 tahun. Dengan tingkat pemahaman dan idealisme yang semakin tinggi seharusnya diikuti juga dengan kemampuan “mengerti” orang lain. Kalau seorang lelaki tidak juga bisa menyeimbangkan antara kemampuan berpikirnya dan kemampuan memahami orang lain. Maka dia akan cenderung bersikap layaknya diktator yang tidak pernah mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain dan berusaha melaksanakan ambisinya dengan cara apapun. Nah, kalau keseringan tidak bisa memahami orang lain, maka lambat laun orang-orang di sekitarnya pun tidak akan pernah mau (bersusah-susah) memahami perasaannya terlebih ketika dia kesusahan. Makanya, pake hati donk mas!

PESAN OF THE WEEK: “Jangan pernah bersikap egois pada siapapun mulai sekarang, emang mau kalau kamu lagi putus cinta dan butuh teman curhat, tapi yang mau ngedengerin cuma bantal ama guling? Iihhh…gw mah ogah!”

KESAN OF THE WEEK: “Memahami orang lain adalah sebuah seni yang akan sangat mengasikkan kalau dilakukan. Karena dengan memahami orang lain kita akan menelusup masuk dan menjelajah ke alam pikiran dari orang tersebut. Cobalah dan kamu nggak akan menyesal!”

*buat yang merasa ditulis, maaf ya, hehehe.....
*touch of writing-ku sedang kacau nih, maaf kalau tidak enak dibaca, hehe....

2 komentar:

Sebuah Perjalanan Fantasi mengatakan...

hmm.........
makanya selalu ada 'lelaki buaya darat' dan 'laki-laki hidung belang'

aneh kedengarannya kalo hrs terdengar 'wanita hidung belang' dan cewek buaya darat'

hahahahaha...........

BM Laura Killed mengatakan...

laki2 = rasional
perempuan = emosi (perasaan)

toh pada penciptaanya sudah ditakdirkan seperti itu, bersatunya pria & wanita memang ditujukan sama Yang Maha Kuasa untuk menciptakan suatu keseimbangan (ingat Ying-Yang).

kalo ada salah satu yang lebih dominan tidak mungkin tercipta keseimbangan, keduabelah pihak harus rela berkorban.